Pages

Minggu, 10 Oktober 2010

Our Friendship Story





Siaga, sebelas ia tiga. Aku ingat bagaimana dulu kami mendapatkan nama itu. Kami?? Ya, kami. Keluarga besar sebelas ia tiga, SMA N 2 Dumai di tahun 2008. Aku ingat, dulu nama Siaga tercipta lantaran kami di suruh mengikuti acara pesantren kilat di sekolah saat bulan puasa. Salah satu kegiatan pada pesantren kilat itu adalah tiap kelas harus menampilkan sebuah drama singkat yang bertema Ramadhan. Saat latihan, kami berpikir, apa nama yang bagus untuk nama kelas kami. Kalau harus menyebutkan ‘sebelas ia tiga’ rasanya terlalu panjang dan repot. Mulailah kami mengotak-atik nama ‘sebelas ia tiga’ itu. Cukup sulit awalnya, bahkan kami sempat memberikan usulan nama-nama yang ‘ajaib’. Yah, itu karena otak kami sudah sangat lelah dan perut yang mulai melantunkan musik-musik kroncong. Bayangkan, paginya kami mengikuti kegiatan pesantren, selesai pesantren kami langsung latihan, dan itu siang hari. CATET, SIANG HARI!! Kalau sekedar latihan sih tidak masalah, tapi setelah mengikuti kegiatan pesantren di pagi hari dan di lanjutkan harus latihan, aku rasa itu sudah sangat cukup menguras tenaga kami.

Setelah berpikir cukup lama, akhirnya di sepakati lah kami menyebut kelas kami dengan sebutan Siaga. Yang mengusulkan nama itu salah satu temanku, yaitu Fitri Wahyuni. Haha, aku juga sempat berpikir nama ini juga termasuk dalam kategori ‘ajaib’. Tapi kalau di pikir-pikir lebih jauh, ya bolehlah namanya Siaga, karena kelas-kelas yang lain harus ber-‘siaga’ terhadap kelas kami. Hei, bukan ber-siaga terhadap suatu kenakalan atau kejahatan kelas kami. Tapi Siaga terhadap semua kekompakan kami. Mari aku ceritakan sedikit tentang Siaga.

Di kelas ini, guru-guru bisa mendapatkan paket lengkap. Kalau mau mencari murid pintar, anak pengisi bangku juara di sekolah ada di sini. Kalau mau mencari murid bandel, di kelas ini juga di sediakan. Kalau mau mencari murid yang dengan kemampuan sedikit lebih lemah, kelas ini juga menyajikannya. Tipe apa lagi?? Kelas dengan ‘kegilaan’ penghuninya?? Sudah pasti, ada. Ini kan menu andalan disini (??). Sudah aku katakan, disini guru-guru bisa mendapatkan paket lengkap.

Aku juga ingat bagaimana dulu kami di kelas slalu nyanyi bareng-bareng. Jika ada pelajaran kosong atau istirahat pasti bakalan nyanyi sama-sama. Jika kau berpikir kami akan menyanyikan lagu-lagu jaman sekarang seperti lagunya si abang ganteng yang lagi booming, JB alias Justin Bieber, kau salah. Justru kami menyanyikan lagu-lagu yang sudah kelewat jadul. Lagu-lagu yang mungkin lebih sering di nyanyikan pada jaman orang tua kami. Seperti lagu Sepanjang Jalan Kenangan, Kemesraan, di Bawah Payung hitam (iya itu judulnya?? Aku lupa) dan lagu jadul lainnya. Terkadang kami juga menyanyikan lagu-lagu dangdut. Tapi yang paling kami sukai itu lagu Kemesraan. Bahkan kami menjadikan itu sebagai ‘lagu nasional’ kelas kami. Ngaco?? Mungkin. Tapi biarlah, justru itu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kami J

Apalagi ya??

Oh iya, ada yang perlu kau ketahui, hampir setiap penghuni kelas itu memiliki julukan masing-masing. Ada Einstein, kiting, kutil, kacang, tempo, gepeng, cina, bawang, gadis STM, Mano, Abin, Mbak Gita (namanya bukan Gita lhoo), Pak uwo, Miss Bukit, kak Joe, Cina, Gepeng, Kacang, Om Roy, Abang Ndut, Olive, Anak Pulau, Mamak, Bang Aji, Bang Udung (padahal dia cewe), Ambun, dan masih ada julukan aneh lainnya.

Huh, aku jadi kangen ama mereka

Kengen belajar bareng

Kangen jalan bareng

Kangen ngumpul bareng

Kangen gila-gilaan bareng

Kangen nyanyi-nyanyi bareng

Kangen manggil julukan masing-masing

Kangen semua keakraban anak Siaga…

Yah, sangat banyak kisah yang kami jalani bersama. Tak hanya senang, kisah sedih pun telah kami lewati bersama. Satu momen lagi yang nggak mungkin aku lupain. Yaitu saat kami kehilangan salah satu anggota Siaga. Mester. Ya, namanya Mester. Anak baik dan pintar yang harus pergi karena radang selaput otak yang menyerangnya. Aku ingat bagaimana dulu setiap bulan dia tidak masuk sekolah karena harus menjalani pengobatan. Awalnya kami tidak tau penyakit apa yang di deritanya, karena dia selau berusaha menutupi penyakitnya. Tapi akhirnya, perlahan-lahan kami tau, apa yang sedang di deritanya karena pembengkakan yang ada di pipinya kian membesar dan rambutnya yang semakin hari semakin habis.

Harus kau ketahui, Mester termasuk sosok yang tangguh. Hingga kenaikan kelas tiga dia masih bisa bertahan dari penyakitnya. Kami tetap berharap dia bisa sembuh. Walaupun sebenarnya kami tau, kemungkinan dia buat sembuh sangat kecil. Tak ada salahnya berharap, kan?? Tapi kisah lain telah Tuhan lukiskan. Walaupun hingga kelas tiga dia masih bertahan, dia sudah tak mampu untuk pergi ke sekolah. Tubuhnya kian lemah, hanya mampu berbaring di tempat tidurnya.

Saat kami kembali menjenguknya di kelas tiga itu, belakangan kami baru tau, itu adalah terakhir kalinya kami akan menjenguknya. Karena setelah itu, dia telah menghadap Sang Pencipta. Sedikit pun kami tak mampu menghentikan laju air mata ini melihat kondisinya. Sudah ada daging tumbuh di dalam mulutnya hingga menutup jalur tenggorokannya. Kau tau?? Tak ada makanan yang bisa masuk ke dalam tubuhnya. Jangan kan makanan, air saja di minumkan kepadanya kembali menetes keluar. Dan yang membuat kami lebih miris adalah erangan yang keluar dari mulutnya saat Sang Ibu meminumkan air padanya. Huh…aku jadi ingin meneteskan air mata saat mengingat itu. Karena dua atau tiga hari setelah kami menjenguknya, dia telah kembali menghadap Sang Pemilik Hidup.

Guys…aku kangen banget ama kalian. Kangen saat kita sama-sama. Kangen saat kita tertawa dan nangis bareng. Semoga hubungan kita nggak akan pernah putus. Tetap menjalin hubungan baik yang udah kita bangun selama ini. Memang belum terlalu lama. Tapi sudah cukup memberikan kesan mendalam bagi kita. Karena we are not only friend, we are family.

0 komentar:

Posting Komentar