Pages

Sabtu, 13 November 2010

Sang Pemimpin

Pria itu berjalan menuju podium kecil yang terletak ditengah lapangan. Seluruh siwa-siswi SMA Bakti Negri telah berkumpul di de depan podium itu. Mereka baru selesai melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin. Entah mengapa, lapangan yang semula ribut mendadak hening. Semua mata tertuju pada pria yang ada didepan mereka.

Dewi, salah satu siswi kelas XI yang berada dilapangan tersebut, memperhatikan sekitarnya, Tak hanya para siswi, para siswa pun menunjukkan semacam 'keterpesonaan' terhdap laki-laki itu. Ada apa dengan pria di depan ini? pikirnya. Pria tersebut pun mulai bersuara.

"Assalammu'alaikumwr. wb." ucapnya.
"Wa'alaikumsalam wr.wb." jawab seluruh siwa.
"Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua..." pria tersebut mulai menyapa semua yang ada di lapangan tersebut. Hmm...tidak semua juga sih. Layaknya pidato, ceramah, dan yang sejenisnya, pria itu menyapa semua yang hadir dari yang memiliki pangkat tertinggi di sekolah tersebut hingga seluruh siswa SMA Bakti Negri. Ingat! Tidak di absen satu per satu.

"Baiklah, saya ada disini ingin menyampaikan kepada teman-teman semua, bahwa sekolah kita akan mengadakan kegiatan OSIS CUP selama sepuluh hari penuh. Dimulai dari tanggal 1 November hingga 10 November."

Seluruh siswa bersorak gembira mendengar berita tersebut. OSIS CUP adalah acara tahunan SMA Bakti Negri untuk menyambut ulang tahun sekolah mereka. Acara ini diisi dengan kegiatan pertandingan-pertandingan olahraga, seperti basket, futsal, badminton, dan tenis meja dengan mengundang beberapa sekolah lain. Acara puncaknya ialah pensi tepat di hari ulang tahun sekolah mereka. Pria tersebut hanya tersenyum melihat keantusiasan teman-temannya. Setelah dirasa cukup pria itu mengangkat tangannya menandakan ia ingin semua kembali tenang. Tak butuh waktu lama, seluruh siswa kembali hening.

Lagi-lagi, Dewi dibuat bertanya-tanya. Apa yang dimiliki oleh pria ini? Apa kelebihannya? Batin Dewi. Hal lain yang menjadi pikiran Dewi, pria tersebut selama berbicara tadi tidak menggunakan microphone sama sekali. Tanpa microphone, tanpa toa, tanpa alat bantu pengeras suara lainnya. Murni suara ia yang sedikit dikeraskan. Tapi mengapa seluruh siswa bisa teratur begitu? Padahal, saat kepala sekolah berpidato pada saat upacara tadi, yang telah menggunakan microphone bahkan speaker stereo pun masih banyak siswa bandel yang tidak mendengarkan. Sedangkan ini?! Dewi hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Kegiatan OSIS CUP kali ini terdiri atas lomba futsal, basket, mading dan pensi. Pada lomba futsal, pensi dan basket, nantinya kita akan mengundang beberapa sekolah lain. Sekolah yang kita undang ada sekitar delapan sekolah. Sedangkan lomba mading sendiri, akan di ikuti oleh tiap kelas. Masing-masing kelas wajib mengirim empat orang perwakilannya untuk lomba ini. Tidak boleh kurang, tidak boleh lebih. Jika ada kelas yang tidak mengikuti kegiatan ini, akan diberi sanksi tidak dapat mengikuti semua kegiatan sekolah selanjutnya sampai tahun ajaran berakhir dan denda seratus ribu rupiah."
Kembali terdengar kasak-kusuk dari siswa. Rata-rata mereka mengatakan sanksi yang diberikan cukup 'mengerikan'. Tapi cukup setimpal. Hanya lomba mading dan hanya dibutuhkan empat orang saja. Apa susahnya?

Pria itu kembali mengangkat tangannya.
"Kar'na kegiatan tersebut tinggal dua minggu lagi. Saya selaku ketua OSIS dan anggota OSIS lainnya mengharapkan partisipasi teman-teman semua pada kegiatan ini. Agar kegiatan ini dapat berjalan lancar dan dapat mengharumkan nama sekolah kita. Di sini kan juga akan hadir sekolah lain. Jadinya, kita selaku tuan rumah harus memberikan yang terbaik pada kegiatan ini." pria itu tampak menarik nafasnya kemudian menghembuskannya pelan.
"Saya rasa cukup itu saja. Jika ada hal yang ingin ditanyakan, teman-teman dapat menghubungi anggota OSIS yang ada. Assalammu'alaikum wr. wb."

"wa'alaikumsalam wr. wb." jawa seluruh siswa serempak.
Dewi menatap pria tersebut yang mulai turun dari podium. Tatapan matanya menunjukkan ia sedang berpikir.
"Hayooo loh...liatin siapa?" seorang perempuan mengagetkan Dewi. Ia menatap perempuan itu kemudian mendengus kesal.
"Kau ini mengagetkan saja! Kalau aku punya penyakit jantung, pasti aku sudah terbujur kaku gara-gara tingkah lakumu itu!" Dewi tampak tidak sedikitpun menghiraukan godaan sahabatnya itu.
"hehe...maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengagetkanmu. Aku hanya iseng kar'na melihatmu melamun. Jadi, apa yang kau pikirkan?" tanya sahabatnya itu. Bukannya menjawab, Dewi malah ngeloyor menuju kelasnya.

"Hei! Mengapa kau malah pergi? Bukannya menjawab pertanyaanku!" kesal gadis itu. Ia menekuk wajahnya.
Dewi hanya tersenyum simpul melihat sahabatnya yang satu ini. Perempuan ini adalah sahabatnya sejak kelas 5 SD.
"Haha...kau jangan marah. Baiklah, apa yang ingin kau tanyakan, Tika?"

Perempuan itu, yang ternyata bernama Tika seketika merubah raut wajahnya menjadi ceria kembali. Dengan cepat ia bertanya sebelum sahabatnya itu berubah pikiran.
"Mengapa kau tadi melamun? Aku perhatikan, kau tampaknya sangat serius menatap ketua OSIS kita itu. Kau menyukainya?" tanya Tika beruntun.

Dewi sedikit mengerutkan kening saat mendengar pertanyaan terakhirn Tika. Ia pun memilih untuk tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia berjalan menuju tempat duduknya, deretan ketiga dari depan. Posisi favoritnya sejak dulu. Tika yang berada dibelkang Dewi melakukan hal yang sama. Mereka berdua duduk sebangku. Entah takdir apa yang membuat mereka selalu bersama. Mulai dari awal pertemua hingga sekarang, mereka selalu saja bersama. Baik itu di sekolah maupun di rumah.

"Hei! Jawablah pertanyaanku!" ucap Tika gemas.
"Iya, iya! Kau ini tidak sabaran sama sekali ya!" balas Dewi kesal.

"baiklah, aku akan menjawab pertanyaanmu. Pertama, aku tidak melamun. Aku akui, aku memang memperhatikan ketua OSIS kita itu, si Bagas..."

"jadi kau menyukainya?" sambar Tika bahkan sebelum Dewi sempat menyelesaikan jawabannya.
"Ough...kau dengarkan dulu penjelasanku! Aku bahkan belum selesai berbicara. Kalimat ku tadi pun bahkan belum sampai pada titiknya, tapi sudah kau potong.
"hehe...maafkan aku. Ayo lanjutkan."
"Ya, aku memperhatikannya. Apa kau tidak merasa aneh? Lihatlah, mengapa dia bisa berbicara di depan orang banyak seperti tadi tanpa menggunakan alat bantu apapun? Suaranya pun dapat di dengar dengan jelas. Siswa-siswi tak ada yang ribut saat dia berbicara seperti tadi. Semua serius memperhatikannya. Padahal saat kepala sekolah berpidato yang telah menggunakan toa, micrphone, bahkan speaker stereo, masih ada saja siswa yang memancing keributan. Sedangkan Bagas?" Dewi mengungkapkan semua keheranannya. Ia menghirup udara perlahan dan menghembuskannya melalui mulut kemudian kembali melanjutkan.
"Apa kar'na dia ganteng, ya? Ah, aku rasa tidak. Masa' iya anak laki-laki pun juga bisa se-terpesona itu?! Lagian kalau diperhatikan, Bagas juga tidak terlalu ganteng. Matanya agak sipit, padahal menurutku, akan lebih bagus kalau matanya lebih bulat. Hidungnya juga tidak mancung-mancung amat. Hmm...minimalis kali ya bisa kita bilang?! Pipinya? Rada tirus, lebih bagus lagi kalau lebih berisi. Emang sih, bentuk badannya proposional Tapi, apa mungkin kar'na itu aja? Impossible banget!" oceh Dewi panjang lebar.

"Eh, dia pintar juga sih. Enggak pernah keluar dari tiga besar juara umum. Apa kar'na itu, ya?" Dewi tampak seperti sedang berpikir. Jari telunjuk kanannya diketukkan pada dagunya. Sedangkan Tika sendiri tampak tersenyum melihat Dewi. Ternyata Dewi sangat payah untuk urusan beginian. Batinnya.
"Haha...jadi itu yang kau pikirkan. Pemikiranmu tentang fisiknya itu benar. Tapi ada hal lain yang dimilikinya yang tidak semua orang miliki. Kau tau apa?" tanya Tika. Dewi hanya menggelengkan kepalanya. Ia sungguh tidak tau.

"Aura, aura kepemimpinan. Aura kepemimpinan seorang Bagas itu begitu kuat. Sehingga orang-orang yang ada disekitarnya dapat merasakan aura yang dipancarkan olehnya. Jika kar'na fisik, seperti katamu tadi, dia tidak terlalu ganteng, bahkan cenderung biasa saja." Dewi tampak serius memperhatikan penjelasan sahabatnya itu.
"kalau kita lihat berdasarkan fisik, mengapa saat Arif berbicara kita tidak bisa sepatuh saat Bagas berbicara? Padahal jelas-jelas Arif mempunyai 'kelebihan' pada fisiknya. Hidung mancung, mata bulat, badan proposional dan yang pasti, import Arab banget kan? Satu lagi, idaman setiap wanita. Itu kar'na aura kepemimpinan Arif tidak sama seperti dengan yang Bagas miliki." Dewi sepertinya mulai mengerti mengapa Bagas bisa mengalihkan perhatian orang di sekitarnya bahkan tanpa ia mengeluarkan suara sekalipun.

"Dan asalkan kau tau, Dewi" lanjut Tika. " Seorang pemimpin itu tidak harus mempunyai wajah di atas rata-rata. Seorang pemimpin itu hanya membutuhkan wibawa yang kuat hingga dapat mempengaruhi sekitarnya. Dan menurutku, Bagas itu sama seperti pak SBY." ucap Tika bangga.

"oh...jadi kau bilang wajah pak SBY biasa-biasa aja?! Begitu? Huh, setauku kau dulu sering memuji-muji pak SBY. Kau ini sungguh tidak konsisten!" sindir Dewi becanda.
"Hei! Sejak kapan aku bilang wajah pak SBY biasa-biasa saja??" protes Tika. Sahabatnya ini asala menuduh saja.
"Kan tadi kau bilang bahwa Bagas sama sperti pak SBY. Dan sebelumnya kau mengatakan bahwa wajah Bagas tidak ganteng-ganteng amat." Dewi berusaha menahan tawanya melihat muka Tika yang udah dilipat seribu.

"Bukan seperti itu juga, Dewi. Maksud aku Bagas sama seperti pak SBY kar'na memiliki aura kepemimpinan yang kuat. Dan mereka dapat mempengaruhi orang-orang yang ada di sekitar mereka. Kalau soal fisik. sedikitpun aku tak ada niat untuk membandingkan atau lainnya. Tapi, kau dapat lihat, pak SBY itu ganteng banget tau! Wajahnya menampakkan kewibawaan. Bentuk badannya juga dapat kau lihat. Sangat keren! Tinggi, tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Pas. Apalagi kau tau sendiri, ia dulunya adalah seorang angkatan. Saat berjalan saja tampak sekali ketegasan. Lalu saat upacara-upacara bendera, beliau juga tampak menghayati. Pak SBY is the best deh pokoknya." cerocos Tika. Dewi hanya menyindir sedikit, tapi ia bisa ngoceh sepanjang itu.
Dewi hanya bisa nyengir mendengarkan cerocosan sahabatnya itu. Kalau sudah membicarak pak SBY pasti Tika bisa bersemangat. Ia bisa bercerita sepanjang hari jika sudah menyangkut pak SBY. Takkan berhenti, sebelum ia merasa puas, atau ada yang menyuruhnya diam. Kalau ada yan menjelekkan atau masalah yang harus dihadapi pak SBY, dia pasti akan menjadi orang nomor satu yang mensupport pak SBY.
Ya, Tika sanagt mengidolakan seorang SBY. Di saat semua remaja khususnya perempuan tengah tergila-gila akan pesona Justin Bieber atau pun BoyBand asala Korea, tidak dengan Tika. Dia tetap menjadikan pak SBY sebagai idolanya. Kar'na seperti yang dia bilang, pak SBY punya aura kepemimpinan yang kuat. Dan ia menyukai seorang pemimpin.

Bandung, 23 Agustus 2010
Ujung Pelangi


****************tiranika****************

Yay! Ini cerpen pertama aku. Bukan FF ya. Seperti pada tanggal yang aku tulis di atas, cerita ini sudah selesai aku buat sejak Agustus 2010. Dapat inspirasi tepat saat aku mau tidur. Lampu nyalain lagi, ambil kertas dan pulpen, langsung menggoreskan tinta disana. Kemarin lagi buka-buka buku dimana aku nulis cerita ini, dan baru nyadar belum di posting. Ya udah, aku posting deh. Tolong dibaca, dan di kasih kritik dan sarannya. Terima kasih =D

0 komentar:

Posting Komentar